Kamis, 19 Februari 2009

Menikmati Hidup

Pernahkah kamu rindu dengan masakan ibumu?atau kamu kangen dengan suara celotehan teman-teman kecilmu?

Jawaban tidak mungkin muncul jika kamu masih tinggal dengan orang tua hingga saat ini. Tetapi lain halnya kalau pertanyaan ini diajukan kepada anak rantau yang jauh dari rumah. Keadaanlah yang memaksa kita meninggalkan kampung halaman, yang katanya, untuk mencari kehidupan yang lebih baik kedepannya meskipun terkadang hasilnya juga tidak jauh lebih baik dibanding dengan pengorbanan yang kita lakukan. Bahasa ekonominya opportunity cost terlalu besar.

Hal-hal kecil yang kadang kita lewatkan begitu saja kini mungkin menjadi istimewa untuk dapat kita lakukan lagi. Tidak melulu tentang kegembiraan bahkan sesuatu yang dulu selalu kita benci untuk melakukannya atau bahkan hanya untuk merencanakannya sekalipun, sekarang mengendap menjadi kenangan yang indah bahkan lucu kalau kita renungkan kembali.

Menurut pengalamanku, kita akan selalu merindukan satu fase kehidupan yang telah lalu. Ibarat buku, hidup ini terbagi atas sejumlah chapter, dan setiap chapter yang telah kita lalui, mempunyai inti perjalanan hidup yang berbeda-beda. Terkadang, kita, aku khususnya, menganggap bahwa hidup adalah sebuah rutinitas yang otomatis dilakukan tiap hari. Padahal apabila diresapi kembali bahwa rutinitas itu adalah suatu kenikmatan yang mungkin tidak akan berulang. Berusaha menerima apa yang didapat sekarang adalah lebih baik ketimbang hanya mengejar pengharapan yang belum tentu datang atau menyalahkan masa lalu dan membandingkannya dengan yang ada. Menerima disini bukan berarti tidak berusaha dan membuang mimpi jauh-jauh, tetapi lebih kepada menikmati dan mensyukuri setiap usaha yang kita lakukan. Sesungguhnya yang lebih indah itu prosesnya bukan hasilnya.

Intinya adalah buku kehidupan akan terus kita selesaikan chapter demi chapter, dan terkadang kita perlu membuka kembali halaman-halaman awal sebagai sumber inspirasi atau sekadar mengingat perjalanan kita sebelumnya. Tetapi jangan terlalu lama membuka halaman sebelumnya hingga lupa menuliskan cerita di halaman yang kosong, atau menorehkan tinta di halaman paling belakang karena akhir dari buku itu hanya Tuhan yang tahu. Selesaikanlah, bukan karena suatu kebiasaan atau kewajiban tetapi karena kita menikmatinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar