Minggu, 22 Juli 2012

Bukan 'Apa' tapi 'Siapa'

Melihat foto diatas sepertinya tidak ada yang salah dengan mereka, senyumnya terkembang lebar, pun semangat sepertinya terpancar dari wajah-wajah polos itu, tapi dibalik itu beban seakan terlalu berat untuk mereka tanggung, sendirian.

Berawal dari sebuah surat elektronik yang saya terima Senin (16/7) lalu, beradalah saya hari Sabtu pagi (21/7) di XXI Djakarta Theater untuk nonton bareng film Madagascar 3: Europe's Most Wanted. Madagascar 3...?, ya, film animasi itu yang membuat saya jauh-jauh dari Bintaro menahan kantuk di pagi hari puasa pertama, menempuh jarak cukup jauh yang untungnya hari itu jalan cukup sepi, efek puasa mungkin. Nonton bareng kali ini bukan nonton biasa, sebelum film dimulai penonton sudah dibuat terpingkal-pingkal dengan penampilan atraksi dan badut dari anak-anak binaan Red Nose Foundation. Selama film diputar, Alex dan kawan-kawan sukses mengocok perut semua penonton terutama anak-anak itu. Anak-anak yang pada hari-hari tertentu harus tergolek lemah di ranjang kasur putih dengan infus menancap dan mesin-mesin medis yang tak henti-hentinya memantau perkembangan tubuh mereka. Menyakitkan, ya, bahkan membayangkannya saja membuat saya ngeri, lebih menyakitkan lagi mengingat anak-anak itu datang dari keluarga marjinal, yang secara ekonomi mungkin pas-pasan apalagi biaya operasi dan kemoterapi yang harus rutin dilakukan demi kesehatan buah hati yang tidak sedikit.
anak-anak Red Nose Foundation sedang melakukan juggling
Adalah Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia, YKAKI, yang mengajak mereka berada di XXI Djakarta Theater bersama saya pagi itu, mencoba memberikan sedikit hiburan bagi anak-anak yang tengah berjuang melawan kanker. YKAKI berusaha meringankan beban anak-anak penderita kanker yang salah satunya melalui program Rumah Kita, tempat persinggahan bagi mereka orang daerah yang berobat di Jakarta. Nah, anak-anak yang sedang berada di Rumah Kita inilah yang berkesempatan menonton petualang Alex cs untuk berusaha kembali ke New York melalui tour sebuah kelompok sirkus Eropa. Beberapa anak tertidur pulas dipelukan kursi bioskop yang empuk dan nyaman, mungkin mereka lelah, tetapi banyak dari mereka yang tak henti-hentinya tesenyum, tertawa dan tampak menikmati adegan demi adegan hingga film selesai dengan tepukan tangan dari tangan mungil yang puas. Di akhir acara, XXI Djakarta Theater dengan baik hati memberikan souvenir kepada anak-anak dari Rumah Kita sehingga mereka pulang dengan wajah gembira, semoga tidak hanya hari itu saja. 
Adhi, penderita kanker getah bening, tampak senang dengan mainan barunya :D
Pada saat saya berjalan hendak pulang, Zack, volunteer leader “Count Me In” hari itu berteriak “have a nice day buddy”, saya hanya tersenyum kecil dan berkata dalam hati “I already have it, Zack”. Kalau kata orang bukanlah 'apa' tetapi (dengan) 'siapa' yang bisa membuat sesuatu berbeda, merubah yang biasa menjadi begitu istimewa. Cepat sembuh adik-adikku...!

Senin, 16 Juli 2012

Dolan: Camping Ceria Gn. Papandayan

Dolan, dokumentasi perjalanan, berhubung kemarin 14-15 Juli 2012 "camping ceria" ke Papandayan ada ceweknya, yang saya perkirakan bakal sedikit agak lama jalannya (dan ternyata benar), maka saya putuskan untuk membawa kamera DSLR sendiri, jadi sambil nungguin rombongan bisa jepret-jepret. Dua hari berada di alam untuk sekadar menghirup udara yang lebih segar, merasakan panasnya belerang yang membuat telor pun bisa matang, menatapi ribuan bintang berkelip di langit malam, mengagumi keindahan bunga abadi edelweis yang sedang mekar, untuk selalu bersyukur atas keindahan ciptaanNya yang sangat luar biasa.

ngebul terus, ada raksasa ngerokok di dalem kali ya..?

kawah lagi

pucuk... pucuk...

hutan mati

hutan mati, terkena erupsi tahun 2000-an

edelweis di balik Pondok Salada

bunga abadi, so beautiful...!

hutan mati, diambil dari jalan air Pondok Salada arah Tegal Alun

Pondok Salada, diambil pas trekking ke Tegal Alun via jalan air

edelweis di Tegal Alun

Tegal Alun, alun-alunnya bunga abadi :D

edelweis + langit biru + golden moment = PERFECTO...!

di balik rimbunnya edelweis Tegal Alun

ada yang mau rebus telor?

sekali-kali pake motor atau gowes boleh kali ya
mau pulang, almost fullteam
Pelajaran dari perjalanan kemarin adalah bahwa kejutan-kejutan yang dahsyat bisa saja kita temui di jalur yang tidak biasa. Dari bawah menuju ke Pondok Salada melewati hutan mati itu luar biasa dahsyat jalurnya meskipun tidak lazim, menuju Tegal Alun melalui jalan air yang terlihat dari Pondok Salada itu pemandangan sepanjang jalanannya menurut saya lebih indah, bisa lihat Pondok Salada dari atas, batu-batu besar bekas aliran air, edelweis yang cantik di ujung jalur air. Anti mainstream itu terkadang Luar Biasa....!



note: memastikan lensa kamera bersih sebelum dipakai itu sangat penting daripada menyesal pas sudah dibawah gara-gara foto agak gak beres (curcol) T.T

Jumat, 13 Juli 2012

Jambore Sahabat Anak XVI, Suarakan Impianmu...!

Waktu itu kamu pakai baju merah
Yang ku tahu aku pakai baju putih
Kita bergandengan menyusuri kota
....
....
....

Kita sepakat bila rasa yang sesungguhnya
Tak mudah didapat
Perlu ada pengorbanan, perlu ada perjuangan
Seperti pahlawan

Kita tulis cerita yang takkan kita lupa
Bersama di bawah langit senja
Kita nyatakan saja pada mereka lewat sebuah lagu
....

Bait demi bait lagu di atas mengalun dengan indah di panggung diiringi petikan gitar akustik, ukulele dan tiupan harmonika yang sesekali melengking. Budi Doremi begitu dia dikenal menyanyikan lagu Asmara Nusantara yang mampu membumbungkan angan ribuan orang malam itu, entah apa saja yang mereka lamunkan. Beberapa waktu sebelumnya 7icons mengajak kami semua bernyanyi, berteriak, bergoyang dan berjingkrak-jingkrak dengan lagu-lagu hitsnya. Saat itu saya tidak sedang berada disebuah konser dengan tata lampu yang megah atau acara musik stasiun-stasiun televisi sebagai penonton bayaran yang artisnya kebanyakan lipsing. Malam itu saya berada di depan panggung sederhana berpenerang tiga lampu fluorescent putih ber-watt besar dengan sound yang seringkali sember suaranya. Dibalik semua keterbatasan itu, saya yakin penonton terpuaskan oleh penampilan artis yang sengaja datang sukarela (kabarnya begitu .red) untuk menghibur. Artis-artis seperti 7icons, Budi Doremi, Satrio Alexa dan IndoBeatBox yang biasanya hanya bisa dilihat di layar kaca dan lagu-lagunya mereka nyanyikan setiap hari kini hadir secara eksklusif di depan mata. Tanggal 7-8 Juli 2012 kemarin, saya bergabung dengan 500an volunteer menjadi pendamping bagi sekitar 1000an anak jalan dalam acara Jambore Sahabat Anank XVI, dan hiburan dari artis-artis tadi adalah salah satu rangkaian acaranya.

Selama dua hari penuh saya melihat sisi yang berbeda dari mereka yang biasanya berkeliaran dijalan, mereka yang menyusuri koridor-koridor kereta api, mereka yang dengan gitar lusuhnya menjual suara demi setoran penyambung nyawa keluarga. Siapa sih yang ingin hidup di jalanan, setiap hari bergulat dengan ketidakpastian, kekerasan selalu mengincar, dan nyawa terkadang menjadi taruhan. Bahkan ketika saya tanya kepada salah satu anak, meskipun sehari 'omset' mereka diatas 100rb rupiah (jauh diatas penghasilan saya saat ini), jika mempunyai pilihan mereka lebih menginginkan meninggalkan jalanan. Selama dua hari inilah Jambore Sahabat Anak XVI (JSA XVI) berusaha menghadirkan sesuatu yang berbeda dari kehidupan sehari-hari mereka yang keras.

JSA XVI mengembalikan salah satu hak dasar anak yaitu, bermain, berlari-larian tanpa batas di area Bumi Perkemahan Ragunan yang mana menjadi sebuah kegiatan yang sangat mewah bagi anak jalanan. Acara berlangsung sangat meriah, dihari pertama diadakan debat cilik dengan berbagai tema diantaranya menabung, menyeberang jalan dan jajan. Maksud dari debat ini bukan mencari mana yang benar dan salah, tetapi melatih anak-anak berani mengungkapkan dan menghargai pendapat orang lain. Selain itu ada juga workshop untuk menggali bakat anak-anak dengan tema menggambar, menulis, musik dan menulis lagu. Di hari kedua adalah harinya games, beberapa games telah disiapkan panitia untuk diikuti setiap peserta. Anak-anak juga berkesempatan mencicipi produk-produk sponsor seperti kopi starbuck, hophop, dan aneka snack yang mungkin belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Canda tawa, senyum ceria tak henti-hentinya terlihat dari bibir mungil mereka meskipun lelah dan beban hidup yang berat tetap terpancar dari sorot matanya yang lugu.

Suarakan Impianmu, tema jambore tahun ini mengharuskan setiap pendamping untuk menggali mimpi adik-adik dampingannya. Mereka anak tak ubahnya anak-anak lain yang mempunyai mimpi dan harapan, mimpi-mimpi yang bagi sebagian orang sangat sederhana ataupun mimpi-mimpi yang tidak saya duga muncul dari pemikiran anak marjinal. Saya ingat sekali sore itu seorang anak perempuan menghampiri saya, “kak, udah mau pulang ya? gak ke kebun binatang ragunan dong kak? aku belum pernah lho ke kebun binatang”. Ingin rasanya saya berlari menggendong gadis kecil itu, membawanya ke kebun binatang yang letaknya hanya beberapa ratus meter dari tempat kami berdiri saat itu seandainya sore itu masih banyak waktu. Salah satu adik di tenda saya, tenda SMART, mempunyai mimpi menjadi desainer terkenal seperti Tex Saverio, super sekali menurut saya. Saya hanya bisa meyakinkan mereka bahwa mimpi dan cita-cita mereka tak mustahil untuk terwujud, "perlu ada pengorbanan, perlu ada perjuangan" begitu kata Budi Doremi Sabtu malam lalu.

Dua hari yang sangat mengesankan bagi saya bisa mengenal dan berbagi dengan mereka yang sangat luar biasa. Mereka yang butuh perhatian bukan hanya uang tanda belas kasihan. Stop beri mereka uang, jadilah sahabat...!

video salah satu anak (erna) tenda SMART sedang berpuisi, pas versi performance kelompoknya membuat saya harus bersembunyi dibalik kamera karena terharu, sayang belum nemu videonya.

workshop menyanyi dan menulis lagu

tenda SMART, Sanggar Anak Matahari Bekasi

kakak-kakak pendamping narsis sambil hias tenda

narsis lagi

main yuk...! :D

baca puisi Suarakan Impian

hore... aku nemu katanya kak...!

jump...jump... gapai mimpimu...!

KITA BISSAAAA....!

kakak adik mau pulang, almost full team

Minggu, 04 Maret 2012

Reminder

"Dengan keadaan yang telah dilalui, saya tidak mempunyai hak sedikitpun untuk mengeluh, untuk protes atas apa yang sudah digariskanNya."

Menunggu biasanya itu akan menjadi hal membosankan bagi saya, tapi proses menunggu pengumuman penempatan selama kurang lebih lima bulan kemarin memberikan pelajaran sangat berharga. Untuk mengisi masa menunggu kemarin, saya memilih untuk terjun kembali ke dunia volunteer.

Hoshizora Foundation, sebuah organisasi nirlaba yang didirikan enam tahun lalu oleh pelajar Indonesia yang sedang menempuh studi di Jepang ini menjadi tempat pertama saya memetik pelajaran. Menurut salah satu pendirinya, organisasi ini muncul sebagai imbas atas keprihatinan mahasiswa Indonesia terhadap akses pendidikan di Indonesia dibanding Jepang. Nah, sekitar akhir tahun lalu mereka sedang mengadakan seleksi penerima beasiswa tahun 2012. Tugas saya adalah mewawancarai adek-adek SD-SMA yang telah lolos persyaratan administrasi.

Ratusan kandidat berkualitas dari berbagai sekolah datang dan wawancara. Mereka yang memiliki akses minim ke informasi ilmu yang sekarang bebas tapi masih terasa mahal baginya. Mereka yang ke sekolah harus menempuh jarak berkilo-kilo dengan berjalan kaki atau bersepeda. Mereka yang menangis karena ingin mengubah kehidupan keluarga. Mereka yang diam saja, bingung, karena mungkin lidah sudah terlalu kelu tergantung beban kehidupan yang berat untuk bocah sekecil itu. Mereka yang menganggap bahwa gula adalah sebuah kemewahan. Mereka yang telah kehilangan atau bahkan dicampakkan orang tuanya. Mereka yang tetap berprestasi meskipun dengan fasilitas ala kadarnya. Mereka yang berani menggantungkan mimpinya di langit berbintang. Mereka yang tak saya sangka dengan tegar bisa berkata "Mungkin saya harus berjalan di atas duri untuk terus menjalani hidup, tetapi saya yakin saya bisa sukses tanpa ayah saya".

Mereka inilah yang membuat sadar betapa sangat beruntungnya saya selalu mendapat fasilitas pendidikan yang terbaik, kasih sayang tidak pernah putus dari orang tua dan saudara, perut pun tidak pernah terlalu kelaparan untuk membuat otak mudah menyerap pelajaran. Mereka inilah yang membuat saya rela menempuh jarak puluhan kilometer jauhnya untuk sekadar mendengarkan cita-cita mereka. Mereka inilah yang membuat saya bersemangat ketika mendengar mimpi-mimpi yang luar biasa. Mereka inilah yaang membuat saya berpikir kembali tentang keeksistensian pemerintah.

Tempat kedua adalah 6th Asean Para Games disingkat 6th APG, event ini adalah semacam Sea Games tetapi untuk athlete difabel, athlete dengan keterbatasan mental dan fisik. Di sini saya bertugas sebagai NPC Assistant, Liaision Officer untuk negara Vietnam khususnya cabang renang yang mempunyai job desk mengurusi segala macam yang berkaitan dengan athlete dan official, mulai dari jadwal rapat, pertandingan, makan, transportasi, laundry, dll, intinya membantu mereka sejak datang sampai pulang kembali ke negaranya.

Dulu, saya sering membayangkan betapa suramnya hidup orang-orang difabel. Tetapi hal itu kemudian runtuh setelah saya selama hampir dua minggu hidup bersama mereka. Fisik mereka memang tidak selengkap dan sesempurna saya tetapi semangat hidup dan kemampuan mereka jauh melebihi saya. Pada awalnya saya ragu, dengan fisik seperti itu bagaimana mereka bertanding, dengan mata buta bagaimana mereka bisa bermain goal ball atau catur, dengan kaki tak ada bagaimana mereka bisa bermain tenis dan berenang. Saya hampir menangis melihat salah satu athlete saya, Hiep, penderita paraplegia, yang bentuk tubuhnya hanya terlihat dari tulang rusuk ke atas sisanya hanya tulang terbungkus kulit, ketika dimasukkan ke air begitu gesit dia berenang. "Subhanallah, iki kuasane Gusti Allah" begitu kata salah satu tim sertifikasi.




Job desk saya yang seharusnya membantu mereka menjadi kurang relevan, merekalah yang sebenarnya menolong membuka mata hati saya. Mereka yang membuat saya berpikir untuk menggerakkan kaki, mengulurkan tangan, membuka mata dan telinga yang masih baik fungsinya ini untuk melakukan hal-hal yang besar yang positif. Di akhir event saya merasa menjadi orang paling beruntung bisa mengenal orang-orang hebat seperti mereka, yang bisa saya bantu tanpa harus tahu agama, status, kewarganegaraan atau bahasa ibu apa yang mereka gunakan. Saya beruntung pernah bercengkrama dengan Hiep, Sa ri, Ms. Thuy, Dhung, Mr. Yakuza, dll, mereka orang-orang yang sepintas lalu dalam hidup tetapi mampu mengubah pandangan saya.

Tulisan ini dibuat sampai suatu saat saya mengeluh, jatuh, sombong, congkak saya akan membaca tulisan ini lagi sebagai pengingat diri ini untuk selalu rendah hati, bersyukur atas semua rizki dan tak berhenti untuk terus berbagi.